Menghina Nusantara, Bahar Bule : Tidak Ada Arab, Dudung Masih Sembah Pohon
Sabtu, 18 Desember 2021
Edit
Jujur penulis masih menunggu aksi KASAD Dudung Abdurachman untuk memperlakukan para radikalis dan intoleran seperti pada zaman Soeharto. Penulis senang ketika melihat Dudung bernyanyi dengan menggunakan piano, Penulis juga senang saat Dudung podcast di Dedy Corbuzier.
Tapi sebagai penggemar film action, penulis lebih menunggu Dudung beraksi menghabisi para radikalis. Penulis menunggu saat-saat tersebut, lebih daripada menunggu film Dr. Strange - In The Multiverse Of Madness. Penulis menantikan aksi Dudung Abdurachman, lebih daripada menantikan munculnya Kang The Conqueror sebagai musuh utama The Avenger menggantikan Thanos.
Jujur penulis lelah melihat debat-debat tidak penting, tentang "Tuhan Bukan Orang Arab", atau "Merangkul OPM" yang berawal dari keinginan kadrun untuk menjatuhkan Dudung. Aksi nyata dari KASAD Dudung untuk menghabisi para radikalis, itulah yang kami rakyat NKRI tunggu untuk KASAD Dudung Abdurachman lakukan.
Sebagai test case, ini ada seorang bule nyasar yang menghina bangsa Indonesia, menghina leluhur bangsa kita. Bahar Smith menganggap kalau pak Dudung, yang adalah suku sunda, salah satu suku asli Indonesia harus berterima kasih kepada bangsa Arab, bangsanya Bahar Smith.
Ini menunjukan kalau Bahar ingin berkata bahwa bangsanya lebih superior daripada nenek moyang bangsa Indonesia. Bahar seolah menganggap bangsa Indonesia akan menjadi penyembah pohon kalau tidak ada bangsa Arab.
Agama Islam menyebar melalui pedagang dari Gujarat, lalu ada Laksamana Ceng Ho dari China dan selanjutnya ada Walisongo. Tapi semua itu Bahar Smith putar balikan fakta, hanya untuk menunjukan bahwa nenek moyangnya bangsa Arab jauh lebih superior daripada nenek moyang bangsa Indonesia.
Memang Islam lahir dari tanah Arab, tapi tanpa proses sinkretisme dengan budaya-budaya bangsa lain termasuk Indonesia, maka Islam belum tentu diterima mayoritas masyarakat Indonesia. Bayangkan jika dalam penyebaran agama Islam, bangsa Indonesia dikafirkan, budayanya dihina dianggap haram, lalu yang tidak mengikuti langsung jadi target Jihad ala ormas si Bahar?
Maka Walisongo mengajarkan Islam lewat cara damai. Wayang sebagai budaya Indonesia dijadikan alat untuk dakwah dengan memasukan unsur ajaran Islam ke dalamnya. Sunan Kudus melarang Sapi untuk disembelih, demi menghargai bangsa Indonesia yang beragama Hindu, dan upaya damai lainnya.
Memang ada yang menyebarkan lewat cara jihad ala ormas Bahar, contohnya Imam Bonjol. Tapi hal tersebut mendapatkan perlawanan dari masyarakat adat, lalu suku Batak yang juga jadi target. Suku Batak yang ditaklukan sebagian menjadi Islam, dan yang tidak ditaklukan lebih memilih Kristen yang disebarkan dengan damai oleh penginjil bernama Nommensen.
Ini adalah bukti bahwa bangsa Indonesia lebih memilih agama yang disebarkan secara damai, agama apapun yang disebarkan lewat kekerasan akan mendapatkan perlawanan. Memang ada yang pindah agama karena proses penaklukan, tapi apakah kita bangsa modern bangga dengan penyebaran agama lewat kekerasan?
Silakan renungkan, maka anda akan tahu kalau anda termasuk model penganut agama yang damai, atau yang menghalalkan kekerasan seperti Bahar dan ormasnya. Sambil merenung, mari kita bahas ucapan Bahar yang menghina Dudung, sekaligus berarti menghina nenek moyang bangsa Indonesia.
“Ada satu jenderal, namanya jenderal baliho. OPM dirangkul, ormas Islam dimusuhi,” ungkap Habib Bahar Smith.
Komentar penulis : Bahar Smith membawa-bawa agama Islam yang disebarkan dengan damai di Indonesia. Padahal yang dilawan Dudung adalah ormas radikal dan intoleran, yang mencatut agama Islam yang damai demi nafsu politik.
“Kalau tidak ada para ulama, para habaib yang datang dari Arab ke Indonesia, si Dudung masih nyembah pohon,” ujarnya.
Komentar penulis : pertama, bagi penulis tidak apa-apa mau menyembah pohon, patung, atau batu berbentuk vagina sekalipun. Selama penganut agama tersebut tidak menggangu ibadah umat agama lain, tidak menghalangi pembangunan umat ibadah agama lain. Tidak melakukan kekerasan terhadap aliran lain seperti ormas si Smith yang membunuh jamaah syiah di Sampang.
Pohon jauh lebih berguna daripada manusia macam si Smith. Di dunia ini kalau tidak ada pohon, manusia akan kesulitan nafas karena pasokan oksigen. Daripada nyembah dan cium kaki si Smith, lebih baik yang menyembah pohon. Daripada nyembah baliho akhirnya bego, lebih baik menyembah pohon tapi beradab seperti orang Jepang yang menyembah matahari.
Smith harusnya terimakasih sama Dudung, kalau baliho tidak dicopot, musyrik semua itu anggota ormas radikal.
Terakhir, jangan terlalu percaya diri, memang agama di Indonesia cuma Islam? Anggap saja benar logika cacat si Smith, bahwa Islam di Indonesia tidak mungkin ada tanpa orang Arab. Maka masih ada agama Hindu-Budha-Kristen, yang bisa menjadi pilihan bagi mereka yang awalnya menyembah pohon.
Begitulah Kura-Kura.
Sumber :
https://makassar.terkini.id/habib-bahar-kalau-tidak-ada-ulama-arab-di-indonesia-dudung-masih-sembah-pohon
