Duet Jokowi - Ganjar Menantang Megawati, cs, Ocehan Pigai Jadi Penutup nan Sedap Politik Simboliknya (The End Series)

Jadi, jelas ya, sasaran akhirnya manuver Yusril bukanlah demi memenangkan kubu Moeldoko melainkan menggoyang oligarki partai, dominasi elit partai yang membelenggu kebebasan setiap anak negeri untuk tampil memimpin layaknya Jokowi yang dari sekadar anak dusun, bukan dari trah politisi, tapi mampu menggetarkan seantero dunia gaung kepemimpinannya.

Tembok tebal yang dibangun oleh oligarki partai berupa UU Pemilu/Pilpres dan UU Parpol yang mana nyata bisa menjegal seseorang yang populis (pro rakyat) untuk tampil memimpin, itulah yang hendak digoyang. Pengalaman memimpinnya selama 16 tahun di lingkaran eksekutif (9 thn kepala daerah dan 7 tahun jadi presiden) dipakai menjadi bahan untuk mengevaluasi efektifitas jalannya roda pemerintahan saat partai politik dimungkinkan untuk mendikte pemerintah akibat adanya sertifikat PT dalam perpolitikan senegeri.

Menariknya, sambil menanti proses gugatan Yusril ke MA, Jokowi melalui Menkeu Sri Mulyani kini terlihat serius mengejar Bakrie yang merupakan salah satu elit parpol negeri ini untuk membereskan kewajibannya kepada negara. Untuk diketahui, perusahaan Bakrie harusnya per Juli 2019 yang lalu sudah harus melunasi kewajibannya mengganti dana talangan dari negara untuk korban Lapindo.

Dalam pada itu obligor-obligor BLBI juga ikut dikejar. Para obligor ini disinyalir bisa nyaman di masa SBY memerintah juga sampai periode pertama Jokowi berkuasa, antara lain karena mereka berlindung di balik elit partai. Sementara dugaan korupsi LNG di Pertamina kini masuk ke tahap penyidikan KPK. Bukan rahasia lagi bahwa BUMN selama ini memang jadi sapi perahan elit-elit politik di negeri ini guna mengongkosi agenda politiknya.

Puzle-puzle ini semua seolah mengamini keyakinan saya bahwa istana nyaman parpol memang tengah digoyang pemerintahan Joko Widodo. Pos-pos pemasukan baik dari pengusaha bermasalah pun dari BUMN dimatikan krannya.

Praktis, kenyamanan morallitas politik parpol bersertifikat PT digoyang lewat gugatan oleh Yusril ke MA, aliran dana dari cukung-cukong kotor plus BUMN terhenti, parpol pun terkepung seketika. Jika sudah demikian, parpol bagai sapi ompong coba gigit besi nanti tatkala Jokowi berkehendak memandatkan estafet kepemimpinannya pada orang yang diinginkannya, bukan versi elit-elit partai.

Karena itu UU Pemilu/Pilpres coba digoyang lewat tangan Yusril. UU Pemilu itu memang amat jelas sebetulnya bertabrakan dengan amanat konstitusi dasar yang statusnya lebih tinggi di atasnya bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak dipilih dan memilih jadi presiden. Keberadaan UU Pilpres dan UU Parpol No 2 tahun 2011 membuat peluang setiap orang menjadi hanya yang diusung parpol yang lolos PT saja.

Maka, begitu gugatan Yusril ini nanti digelar oleh Mahkamah Agung, hakim-hakim MA akan dituntut untuk mengevaluasi lagi itu syarat Parliament dan President Treshold. Meski tidak terang-terangan menggugat syarat PT sebab terbukti beberapa kali gagal, namun langkah Yusril menggugat AD/ART Partai Demokrat akan memaksa para hakim di MA untuk membaca korelasinya dengan syarat PT. Itu sebuah kemutlakan.

Dengan melihat kondisi keterbelahan yang kini dialami Demokrat, bisa jadi syarat PT ini nanti dianulir MA atas pertimbangan moral politik demi bangsa dan negara. Jika itu dianulir, maka pada 2024 nanti parpol mana pun bisa munculkan calon.

Di situlah taring elit partai seketika tumpul tak berkutik. Peluang Ganjar Pranowo untuk maju mencalonkan diri pun tidak lagi mesti melalui PDIP bahkan bisa lewat PSI yang tidak lolos PT. AHY atau pula Puan Maharani bermanuver macam mana pun juga jadi tak begitu signifikan lagi. Sebab rakyat kembali berkedaulatan penuh menentukan pemimpinnya, tidak lagi ditentukan oleh elit partai bersertifikat PT.

Inilah mengapa kemudian langkah Yusril ini bikin elit-elit parpol kebakaran jenggot. Mahfud M.D., yang merupakan Menkopolhukham yang tak lain kader PKB ikut bereaksi minor atas langkah Yusril.

Politik Simbol dari Jokowi Bikin Megawati Mati Kutu


Pertanyaanya sekarang adalah, jika semua puzle ini dipandang sebagai manuver Jokowi demi 2024, apakah Jokowi berhasrat untuk berlaga kemballi ke-3 kalinya? Tidak! Beliau berkali-kali menegaskan bahwa dirinya tidak tertarik untuk memimpin 3 periode.

Jika bukan dia, lantas siapa? Mudah menjawabnya. Lihat saja! Keterpilihan Yusril sebagai lawyer Moeldoko terjadi nyaris berbarengan dengan dimulainya PON di Papua.

Saat hingar-bingar pembukaan PON itu menduduki urutan teratas pemberitaan media, satu hal yang kita tak boleh abai yakni kehadiran Ganjar Pranowo di sana. Berbungkus mengawal kontingen PON Jawa Tengah, di sana Ganjar nyatanya mampu mengisi panggung untuk turut diberitakan.

Ingat pula bahwa Jokowi itu juara dalam hal memainkan politik simbol. Kehadiran Ganjar bersamanya di Papua itu sesuatu banget. Papua adalah bukti paling sempurna tentang keberhasilan Jokowi dalam mendistribusikan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika Puan ikutan hadir ya masuk di akal karena Ketua DPR RI. Sedang Ganjar? Tak lebih dari Gubernur Jawa Tengah. Apa urgensi kehadirannya di sana?
 
Nyatanya, kata kunci Jokowi, PON, Papua dan Ganjar bersaing ketat menduduki urutan teratas pemberitaan di perhelatan itu. Diinginkan oleh Jokowi supaya calon penerusnya berhasil terpanggungkan dengan baik di tempat di mana keberhasilannya membangun negeri paling sempurna sebagai bukti: Papua.

Di panggung tersebut juga, harap tidak kecele dengan ucapan Natalius Pigai. Dengan nada seolah menyerang, yang dilakukan Pigai menurut saya justru sukses membangkitkan solidaritas semua orang Jawa Tengah yang membuat Ganjar makin melambung tinggi dalam perbincangan.

Demi tujuan itu, penguasa Jogja yakni Sri Sultan pun ikut disentil Pigai dengan maksud supaya psikoilogis orang Jawa terutama Jawa Tengah terpancing untuk memihak pada Ganjar mengingat namanya ikut disebutkan bersama Sultan dan Jokowi dalam daftar orang-orang yang dipermasalahkan oleh Pigai.

Efek psikologis ini nanti diharapkan akan terus terpelihara dalam diri orang Jawa (Tengah) tatkala misalnya Jokowi akhirnya terang-terngan menyatakan dukungannya pada pencalonan Ganjar sebagai penerus beliau.

Jadi, bila seluruh rangkaian analisa dari artikel pertama hingga yang terakhir ini benar adanya, tak salah dong jika disimpulkan bahwa inilah cara Jokowi untuk menggebrak Megawati untuk tak coba-coba memaksakan diri mencalonkan putroinya sendiri yakni Puan. Jika keukeuh tetap mendukung anak biologis dan bukan karena menyerap aspirasi rakyat yang mana nyata terekam lewat berbagai lembaga survey yang menempatkan Ganjar paling layak, Jokowi bakal ikut hengkang bersama Ganjar ke partai lain yang tentunya dengan senang hati akan menyambut karena popularitas kedua tokoh ini memang juara.

Jika parpol sudah digoyang moralitas politiknya, aliran dana ke partai juga dibuat terhenti, saya kira tak akan ada elit partai yang masih berani untuk otoriter memaksakan kehendaknya dalam mengusung calon kesukaannya, Megawatipun saya kira tidak.

So, kloplah sudah, gonjang-ganjing seputar Demokrat tak lain dari cara Jokowi mewarning Megawati.

Jenius!


....THE END....

Berikut ini kepingan-kepingan puzle dari seluruh rangkaian skenario Jokowi ini dalam analisa ini:

  • Gugatan AD/ART Demokrat di MA
  • Penunjukan Yusril yang notben lawyer Jokowi masa kampanye sebagai lawyer kubu Moeldoko.
  • Penunjukan itu terjadi setelah Puan membuat pernyataan kontroversial
  • Obligor BLBI dikejar
  • Hutang Bakrie ke negara ditagih-tagih
  • Hadirnya Ganjar di PON Papua
  • Ditutup oleh pernyataan Pigai yang senggol Ganjar, Jokowi dan Sri Sultan sekaligus.
Temukan benang merah itu semua dalam keseluruhan analisa berseri ini! Semoga mendapat sesuatu....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel